Virus HIV (HUman Immunodeficiency Virus)

Gambar Virus HIV

www.nabiungkangkung.blogspot.com


A. Envelope Virus HIV berisi: 

a) lipid yang berasal dari membran sel host.
 
b) mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku  disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.
 
c) Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.
 
d) gp 120 :  glikoprotein  yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi  mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein.
 
e) gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV masuk ke sel host.
 
f) RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.
 
g)  Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.
 
h) Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
 
i)  Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase). 


 B. Siklus Replikasi Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel hostnya (sel tubuh sebagai inang). Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuh yang lain melalui  7 tahapan, yaitu: 
1) Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV
- HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target
- gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi 
- RNA virus masuk kedalam sitoplasma
- Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan  ko-reseptor

2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim reverse transcriptase
 
3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target
 
4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase
 
5) Ekspresi gen-gen virus
 
6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim protease
 
7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion


C. Perpindahan Virus HIV

HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka.
 
Cara penularan yang lazim adalah melalui hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak dengan darah yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama, dan produk darah yang terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama kehamilan, persalinan dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti, tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif. Cara penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa genital dengan angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi menular seksual (IMS) dan faktor genetik.  Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non-seksual seperti, berciuman, pemakaian bersama alat makan (misalnya gelas), tubuh yang bersentuhan, atau penggunaan toilet umum. HIV tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya.


D. Perjalanan penyakit HIV/AIDS

Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.  
 Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/µl. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah virus atau  viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler
berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien. Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai  ‘glandular fever’ like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari.
 
Infeksi HIV Asimptomatis/ dini

Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi  non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak,
servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bell’s palsy dapat juga muncul pada stadium ini.
 
Infeksi Simptomatik/ antara  

Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien.  Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum
kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati.  Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.

Stadium Lanjut
Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik. 


E. Kecepatan Perkembangan Infeksi Virus HIV 

Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah  sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30%  ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV. 


F. Perkembangan Virus HIV diketahui dengan cek Lab :

 Jumlah CD4  
Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4) telah terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi.
 
Viral Load Plasma

Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi, viral load berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa tersebut. Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda progresivitas penyakit.

G. Test untuk Diagnosis Infeksi Virus HIV / Aids

Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus.

Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test,  Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA. 

Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 – 12 minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai  “periode jendela”. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun  Polymerase Chain Reaction (PCR).


0 Response to " Virus HIV (HUman Immunodeficiency Virus) "

Post a Comment

Artikel Lainnya

loading...

Random post