PENYAKIT HIV AIDS




Penyakit HIV AIDS Merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh  Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang
menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh.HIV termasuk genus retrovirus dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi  dari family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebra.

http://nabiungkangkung.blogspot.com/2014/09/penyakit-hiv-aids.html

Envelope VIRUS HIV berisi: 

a) lipid yang berasal dari membran sel host.
b) mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku  disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.
c) Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.
d) gp 120 :  glikoprotein  yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi  mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein.
e) gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV masuk ke sel host.
f) RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.
g)  Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.
h) Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
i)  Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).


 Transmisi VIRUS HIV PENYAKIT AIDS


HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka.
Cara penularan yang lazim adalah melalui hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak dengan darah yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama, dan produk darah yang terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama kehamilan, persalinan dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti, tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif. Cara penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa genital dengan angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi menular seksual (IMS) dan faktor genetik.  Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non-seksual seperti, berciuman, pemakaian bersama alat makan (misalnya gelas), tubuh yang bersentuhan, atau penggunaan toilet umum. HIV tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya.


Perjalanan penyakit HIV/AIDS

Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit kronis
asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.  :::
 
1. Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/µl. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah virus atau  viral load menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60 hingga 90% pasien.  Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai  ‘glandular fever’ like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari. 

2. Infeksi HIV Asimptomatis/ dini 
Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan masa asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi  non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bell’s palsy dapat juga muncul pada stadium ini.

3. Infeksi Simptomatik/ antara 
Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan pasien.  Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati. Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.

4. Stadium Lanjut
Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik. 

Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV 

Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah  sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30%  ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV. 

Petanda perkembangan HIV AIDS

1.      Jumlah CD4 
Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4) telah
terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4
menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari
waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan
progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif dari
viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi. 

2.      Viral Load Plasma
Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk
memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap dari
waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi, viral load berubah
seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa tersebut.
Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya
maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda
progresivitas penyakit.

Testing HIV

Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus.
Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA.
Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 – 12 minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai  “periode jendela”. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun  Polymerase Chain Reaction (PCR).  

Simak artikel menarik lainnya di blog nabiungkangkung,  salah satu obat HIV dan AIDS adalah abacavir

0 Response to " PENYAKIT HIV AIDS "

Post a Comment

Artikel Lainnya

loading...

Random post