Penyakit HIV AIDS Merupakan
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan
tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus
tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau
hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
Penyebab
penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu
virus yang
menyebabkan
penurunan daya kekebalan tubuh.HIV termasuk genus retrovirus dan tergolong ke
dalam family lentivirus. Infeksi dari
family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa
inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari
susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu :
dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang
tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh
jenis vertebra.
Envelope VIRUS HIV berisi:
a)
lipid yang berasal dari membran sel host.
b) mempunyai 72 semacam paku yang
dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku
disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.
c)
Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.
d)
gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul)
yang tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang
berfungsi mengenali secara spesifik
reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak langsung berhubungan dengan
membran virus lewat membran glikoprotein.
e)
gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus,
mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV
masuk ke sel host.
f)
RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.
g) Matrix protein : garis dari bagian dalam
membran virus dan bisa memfasilitasi perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti
host.
h)
Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
i) Capsid protein : inti dari virus HIV yang
berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3 macam enzim (reverse transcriptase,
protease dan integrase).
Transmisi VIRUS HIV PENYAKIT AIDS
HIV terdapat dalam cairan tubuh
ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut. Seseorang dapat
terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun berdasarkan
penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan
urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena
kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk
ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka.
Cara penularan yang lazim adalah
melalui hubungan seks yang tidak aman (tidak menggunakan kondom) dengan mitra
seksual terinfeksi HIV, kontak dengan darah yang terinfeksi (tusukan jarum
suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama, dan produk darah yang
terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama kehamilan, persalinan
dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti, tato, transplantasi
organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif. Cara
penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa genital dengan
angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi oleh banyak
faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi menular seksual (IMS) dan faktor
genetik. Tidak ada risiko penularan pada
hubungan sosial, kontak non-seksual seperti, berciuman, pemakaian bersama alat
makan (misalnya gelas), tubuh yang bersentuhan, atau penggunaan toilet umum.
HIV tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya.
Perjalanan penyakit HIV/AIDS
Perjalanan infeksi HIV ditandai
dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit kronis
asimtomatis dan penyakit kronis
simtomatis. :::
1. Infeksi Primer (sindrom
retroviral akut)
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula
bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya
lebih dari 1 juta copy/µl. Tahap ini disertai dengan penyebaran HIV ke organ
limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah mencapai puncak viremia, jumlah
virus atau viral load menurun bersamaan
dengan berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan
perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang
simptomatik pada 60 hingga 90% pasien. Penyakit
ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai ‘glandular fever’ like illness dengan ruam,
demam, nyeri kepala, malaise dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya
puncak viral load selama infeksi primer tidak menggambarkan perkembangan
penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang menandakan prognosis yang
jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari.
2. Infeksi HIV Asimptomatis/
dini
Dengan menurunnya penyakit
primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan masa asimtomatis yang lama, namun
selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan terjadi kerusakan
sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata persisten
sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes antibodi HIV yang semula negatif
menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua
lokasi non-contiguous dengan sering
melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi
kelainan kulit dapat terjadi seperti dermatitis seboroik terutama pada garis
rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis.
Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura
trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bell’s palsy
dapat juga muncul pada stadium ini.
3. Infeksi Simptomatik/
antara
Komplikasi kelainan kulit,
selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih sering terjadi pada tahap
ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini
dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit
seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum
kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui
sebabnya, sering dan mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering
muncul baik pada kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten
terhadap terapi. Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga
halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi)
linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan komplikasi oral yang
sulit diobati. Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam,
berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala.
Diare berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial
merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV
dapat juga terjadi pada stadium ini.
4. Stadium Lanjut
Penyakit stadium lanjut ditandai
oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan penurunan imunitas yang serius.
Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik.
Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV
Kecepatan perkembangan penyakit
bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu
yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi
antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30%
ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan
ARV.
Petanda perkembangan HIV AIDS
1.
Jumlah CD4
Kecepatan penurunan CD4 (baik
jumlah absolut maupun persentase CD4) telah
terbukti dapat dipakai sebagai
petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4
menurun secara bertahap selama
perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari
waktu ke waktu rata-rata 100
sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan
progresifitas AIDS dibandingkan
dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif dari
viral load akan meningkat seiring
dengan lama infeksi.
2.
Viral Load Plasma
Kecepatan peningkatan Viral load
(bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk
memperkirakan perkembangan
infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap dari
waktu ke waktu. Pada 3 tahun
pertama setelah terjadi serokonversi, viral load berubah
seolah hanya pada pasien yang
berkembang ke arah AIDS pada masa tersebut.
Setelah masa tersebut, perubahan
viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya
maupun jumlah absolutnya, baru
keduanya dapat dipakai sebagai petanda
progresivitas penyakit.
Testing HIV
Diagnosis
infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menunjukkan
adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak
mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat dilakukan,
yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat
virus.
Pemeriksaan
adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked
Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis
HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2
jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA.
Setelah
mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 – 12 minggu,
dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai “periode jendela”. Tes penyaring (antibodi)
yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi HIV 6 minggu setelah infeksi
primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu pada hampir 100% kasus.
Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela dapat dilakukan dengan
pemeriksaan antigen p24 maupun
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Simak artikel menarik lainnya di blog nabiungkangkung, salah satu obat HIV dan AIDS adalah abacavir
0 Response to " PENYAKIT HIV AIDS "
Post a Comment